Welcome

WELCOME TO GUSADE FREDDY KREASI BLOGSPOT


Laman ini saya manfaatkan sebagai ajang "unjuk seni" yaitu, salah satu cara saya untuk menunjukkan apresiasi terhadap kesenian, terutama aktivitas berkesenian di Bali. Sebagai manusia biasa, saya merasa bahwa saya tidak mungkin melepaskan diri dari seni. Saya tidak menyangka tiba-tiba timbul dorongan untuk melukis, sekali waktu timbul keinginan untuk membuat ukiran, patung, Pada kesempatan yang lain saya ingin bermain musik atau membaca karya sastra. Semua itu saya lakukan karena semata-mata tidak ingin membendung desakan yang datang dari dalam diri saya. Semua desakan itu saya biarkan mengalir hingga melahirkan karya. Saya tidak terlalu memikirkan nilai karya. Karena penilaian datangnya dari luar bukan dari diri saya sendiri. Karya yang sudah ada saya kumpulkan, saya ingin membagi apresiasi pada Anda sambil saya terus berkarya selama masih ada dorongan nurani seni pada diri saya.

26.9.10

ANAK KARTUN

Setumpuk gambar lunglai
dieja menjadi tubuh
tumbuh menjadi kuku
kucing bersenyawa dengan nyawa
maka tak pernah mati
    “Jangan terlalu serius dengan dunia kartun!” kata Ayah
    “Dunia tanpa nyawa” katanya lagi
    “Kucing menjadi lawan sekaligus kawan bagi tikus” Ia lebih serius
Aku semakin sedih
dia sungguh  tidak mengenal lagi aku.
bukankah aku anak  kartun.
dieja agar tak pernah lunglai

                                                    Ida Bagus Darmasuta, 2008
TEROMPET 

baru saja tahun berganti
masih sisa bau mesiu
aroma bir di bibir
    suara terompet jadi parau
    sesudah lewati waktu
terompet kemarin hilang suara hari ini

    kesadaran pertama di tahun ini
adalah tarot dan garis nasib
    keberuntungan  sembilan di tangan

kesadaran terompet
mengundang angin binasa
rontokkan tempat-tempat tersuci
    kapalmu hilang di lidah puting beliung
semakin jelas
angin malas berkabar
di hutan  pesawatku berteduh?
entah tersungkur dipeluk laut

tahun berlalu
terompet kapal bertalu-talu
pesawatku menderu

    lalu  sendu

ternyata tangis mengintip
dari celah suara
pada setiap gelak yang terlalu  pekak di telinga
    sungguh sulit jelaskan asal air mata
                                           

                                                                Ida Bagus Darmasuta, 2008
SEEKOR CECAK MATI TERJEPIT PINTU

Suara cecak suara jejak
     mata-mata sang dewi
rahasia dibenarkan atas persetujuannya
 cak…cak…cak…cak…cak…Hyang Saraswati…
suara menjadi bunyi
    bunyi semestinya arti
        arti sembunyi di religi
    Sedekat itukah  relegi akrabi suara pintu hati?

Suara pintu suara hantu
    seekor cecak mati terjepit pintu
        menjadi hantu
menjebak para pemuja suara.
suara cecak jadi suara semua
semua jadi cecak

Suara cecak suara seorang lelaki
di balik jubah tersembunyi kitab suci
mahir ujarkan petuah dari seribu mimpi
hapal bait puisi dan wewangi dupa
namun sulit bedakan tuak dengan tuah
    keduanya lentur di tutur
    keduanya akhirnya dengkur

Seekor cecak mati terjepit pintu
Dan aku tidak pernah lagi rindu suaramu.
                                                              Ida Bagus Darmasuta 2008
PROSESI  OMBAK

Prosesi  ombak
    bocah bocah iringi para  pitara
    menyisir pantai
     kaki di pasir, kakiku
     tangan ke air, tanganmu
senantiasa tak pernah jelas batas air dengan pantai
seperti tak pernah sekalipun sama wajud ombak rayapi pasir
        laut misteri
        misteri lautkan  pitara ke dasar samudra

ibu pernah ingatkan aku “ Jangan mempermainkan ombak!”
    karena dia bisa murka dan menyeretmu
            hingga ke palung biru
jangan permainkan gelombang yang hampiri pantai
    karena dia sedang menyeka peluh bumi
urusan ombak belum usai
        maka selalu gentayangan
 di pasir waktu

Prosesi pantai
    Aku antarkan ibuku
    ke gelombang tertinggi pantai Seseh
kali ini urusan ibu sudah usai
merangkai sesaji  daun beringin bagi dirinya
Aku berjanji suatu hari nanti akan kutimba wajahmu
dengan tali beringin yang tersisa
kureka menjadi wajah anak-anakku

                                                          Ida Bagus Darmasuta, 2007
TIBA-TIBA SUDAH TIBA

duduk di sini
    sorot matanya kiri kanan
di depan pelinggih kiwa- tengen
Kau tak lagi mendengar apa yang ingin kaudengar
kau  tak lagi gundah lantang  ditikam umpatan
    tak risau apa pun tentang risau
Kau mengatasi makna

duduk di sini
    di panas api
aku ingin tidak merasa bara  hati
    di dingin air
aku ingin tak gigil  nyali
aku akan sempurna  rasa

di puncak tertinggi
 gunung Agung tidak berpihak
pada terik matahari  juga  binar bintang dan  rembulan
semua sinar menjadi kemilau di vibrasi Besakih
  
tiba-tiba sudah tiba
    berserah di kiwa
    berserah  di tengen
                                          Ida Bagus Darmasuta, 2007
GILIMANUK-PADANGBAI

Kau tambatkan dua perahu
    di dua pelabuhan
        beda arus
dari Padangbai ke timur menantang matahari
                mengelap silau tradisi
dari Gilimanuk ke barat menggulung angin
        tak kenal pekat topan
di perjalanan debu
sudah terlanjur kulepas tali pengikat
    karena hidup pilih mengalir
  ke arah  arus  purnama
        Derasnya memutar
    melingkar di palung waktu
Jika kau tenangkan aku sejenak
boleh kupilih berbagi kejernihan
agar tak terlalu jauh jarak asalku
                                                  
                                                Ida Bagus Darmasuta, 2007

17.9.10

PEMBURU

Menembus jejeran batangbatang di hutan perburuan
Aku menjadi tonggak dikangkangi pohon hidup seusia bumi
begitu banyak titik sasaran bahkan di pelupuk mata
pastikan ini bagianku
kan kucari di tengahnya
di titik penghabisan
Biar kubentangkan busur sederas arus samudra selurus mata hati
Pastikan ini bagianku
Aku bukan Arjuna, anugerah pusaka di pertapaan perang
Aku bukan Lubdhaka, hilang dosa di yoga  Ciwa
Aku pemburu  menggigil diburuburu  indah
Bagaimana menangkap tanpa terungkap
Justru indah
 hulu yang mengairi akar-akar rasa
 panah dari busur kecerdasan
Berburu
sebelum
jadi
abu
mu
?

                                                Ida Bagus Darmasuta, 2007

16.9.10

PANGRUPAK

Seluas  tanah yang segera menjelma  kota
mengerang  pangrupak  di timbunan waktu
tangan siapa mengeras dalam tahta kayu ?
gagangnya membekas tangan kata

Seluas tanah yang segera menjelma peradaban
Tertimbun garis aksara di ladang persemadian
Tanganmukah yang akan menggapai
    Lalu mencuci  di setiap kesempatan kelu?
Memintal sejarah jadikan  permadani jalan rasa

Dirajut pada lontar, daun tumbuh di pagi pertama
Pikiran merekah dan jiwa bercumbu dengan  dewi kata
Kemudian  pengrupak menggores jelas menjadi arah

Ini setelahnya, mengapa hanya menjadi tonggak tulang
Hanya daging dibalut kulit
                Jiwa entah ke mana
            Kemanusiaan entah apa
        harkat ada di tumpukan mimpi-mimpi
Pangrupak mengkarat
    Sekarat dielus anak cucu

    
                                                      Ida Bagus Darmasuta, 2007
KATARSIS API 

Jasad di pembaringan api  ditangisi luka sendiri
Sebentar lagi menjadi pertiwi,
Menjadi apah,
menjadi teja,
menjadi bayu,
membumbung akasa
gigitan api sejengkal-sejengkal mengingatkan karma
sakitnya sejak bermula kelahiran
sudah berapa peristiwa diputuskan
        ada yang teringat
        tapi cenderung murung digulung mendung
inilah sejarah yang dipatri sendiri
kembali ke api
    katarsis api
agar semua bersih mencari tempat  sembunyi


                                                  

                                                                      Ida Bagus Darmasuta 2007

11.9.10

JAGABAYA BALI

Kain poleng hitam- putih untuk jaga tanahmu
    Keris runcing luk tujuh  kabinawa
        Wajah sangar taksu api sang jaga baya
Siapa dijaga mengapa menjaga
hitam putih
namun tetap juga tipis jarak wibawa dengan keangkuhan
hitam lalu kuasa
putih hanya tinggal di mata
Aku semakin tidak paham mengapa matamu masih menikamnikam

Kain  loreng merah- hitam  antara arang dan bara
    Destar lancip pecalang menantang langit
        Musuh dari penjuru mata angin
            Dia hitam karena panas
                 dia merah nganga terluka
Di sini aku takkan menjaga
    Karena tanahku sudah arang di setiap sendi
         saudaraku sudah darah di setiap tiang
             Dewataku seputih  kapur sirih di setiap lirih
Kita hanya perlu mamakuh  kukuh bangunan hati

                                                                         Ida Bagus Darmasuta 2005
TANYAKU TIRTA EMPUL

Inikah air mata para bidadari
genangi kaki para dewa sembilan mata angin
untuk membasuh mala pendosa, pendosa? 

Berapa yang telah membasuh di sini,  pancuran purba?
Siapa kenali diri meruwat dengan airmu?

Inikah air mata sang Dewiku
Tetesi syair para kawi dalam pertapaan kata
demi menjaga jarak keindahan dari riuh dosa?

Sebait mestinya menjadi airmu
Kuteguk karena dahaga di belantara kota
Siapa lagi meneguk, kemudian pulang perciki darah keturunan?

                                                                                        Ida Bagus Darmasuta, 2005

8.9.10

GENJEK

Irama pentatonik bau tuak tembang ritmik
Peluh berpeluk busa-busa buas mata
Ini hari kau mengumbar lara di tanah tandus
iringi tarian kata-kata  tak berwajah

Gending genjek ukir syair nestapa
Kasihani diri di linangan air keras api
Debur syair cintamu tak memberi apa pun pada kemesraan anak-anak
Mereka masih mendayung sendiri perahu luka
  
                                                                     Ida Bagus Darmasuta, 2005
TRUNYAN

Pada kabut yang tak pernah jelas bentuk
Kutanam puisi biar tumbuh sebatang kayu
Kutanam hingga berhembus ke celah janji
Tentang anak-anak lereng taru menyan
jasad dingin, nasib sunyi

Kabut menutup air panas hati
Linangan hari masih juga menjaja harga diri
Berharap seperti menawarkan jiwa tak bertuan
riak danau, riak hati

Anak siapa tidur di terik trotoar kotaku?
Tak jelas kulihat  menjadi wangi di sela mimpinya

                                                                  Ida Bagus Darmasuta,2005

2.9.10

Kumpulan Puisi
Perjalanan Malam
Epilog Jiwa Atmaja
Penerbit: Kanaka &Himsa Jaya, Th. 1991. Denpasar-Surabaya
Penulis Puisi:
A.A. Asmara, Ida Bagus Darmasuta, Ida Bagus Putra Manuaba, Kasan Mulyono, Ida Ayu Oka Rusmini, I Made Sarjana, I Wayan Suardika, I Made Supartha, I Wayan Suweca,

Saraswati


Karya: Ida Bagus Darmasuta
70x90m. Oil on canvas
Lekuk


Karya: Ida Bagus Darmasuta
40x60cm



Rasa Bunga


Karya: Ida Bagus Darmasuta

60x80cm.Oil on canvas







Ang...Ung...Mang


Karya: Ida Bagus Darmasuta
60x60cm. oil on canvas

Katarsis Asih
Karya: Ida Bagus Darmasuta
60x80cm. oil on canvas
Efek Genta
Karya: Ida Bagus Darmasuta
60x90cm, oil on cnvas
Ang...Ah

Karya: Ida Bagus Darmasuta
60x80 cm, oil on canvas

Purnama
Karya: Ida Bagus Darmasuta


70x90 cm oil on canvas
            Ketika mengamati sebuah lukisan, saya selalu bertanya "Apa yang ingin disampaikan pelukis dalam lukisannya,. adakah ia ingin menyampaiakan sesuatu yang penting, yang mesti saya apresiasi?" Bagaimana ia melakukan itu semua hanya dalam sebuah kanvas? Memandang lukisan, sering membuat saya kagum. Kagum karena pesan yang disampaikan, kagum, karena teknik yang digunakan, kagum karena komposisi warna dan objek yang disajikan. Saya sering lebih tidak peduli 'siapa' pelukisnya, tapi saya lebih peduli 'apa' lukisannya. Apresiasi saya terhadap lukisan menimbulkan pertanyaan pada diri saya "Apa rasa Lukisan?"

Ongkara Bhasma

karya:  Ida Bagus Darmasuta
 70x90 cm






PATUNG